4.25.2011

Follow Unfollow ?

Twitter sudah menjadi gaya hidup. Tidak mempunyai akun twitter sepertinya tidak 'ada' dalam dunia ini. Setidaknya itu yang menjadi tren media sosial saat ini.


Ada yang menarik dari twitter ini. Selain keterbatasan jumlah karakter yang bisa dimasukkan dalam sekali twit, kecepatan updatenya membuat twitter ini canggih dalam penyebaran informasi, baik itu promosi produk sampai dengan kampanye untuk menjatuhkan sebuah pemerintahan.

Awal bergabung dengan twitter, sama sekali tidak ada niata untuk promosi produk sampai dengan kampanye untuk menjatuhkan sebuah pemerintahan. Hanya mencoba media sosial baru dengan karakteristik unik yang waktu itu sedang banyak dibicarakan orang.

Berkicaulah saya di account twitter omingoke.

Dan kicauan demi kicauan terlontar. Dari mulai curahan hati sampai dengan kritik pedas untuk pihak-pihak yang kontroversial di portal-portal berita yang saya follow. Dari mulai kicauan tidak penting sampai dengan kicauan yang menyatakan idealisme saya.

Puas hati ini dalam menggunakan media sosial bernama twitter ini. Saya mendapat manfaat dari teman-teman atau portal yang saya follow. Dan saya berniat menyebarkan manfaat dengan menjaga kicauan-kicauan saya agar tidak terlalu personal, apalagi sampai dengan menerabas privasi dan personalitas seseorang.

Namun saya tersadarkan akan sesuatu setelah salah seorang follower saya (yang mungkin sekarang sudah unfollow saya karena kesalahpahaman dari pihak saya) yang mengirimkan mention 'folbek,sis?'.

'Folbek' saya artikan sebagai fallback, yang sering digunakan dalam lingkup pekerjaan saya. Dan saya membalasnya dengan panjang lebar ketidakpahaman saya. Dan yang bersangkutan pun menjadi tidak paham pangkat dua.

Setelah beberapa lama, saya baru ngeh kalau 'folbek' itu seharusnya diartikan sebagai 'follow back'. Dan saya tersadarkan. O iya, saya tidak follow yang bersangkutan.

Mengapa ? Terus terang, sebelum saya memutuskan untuk follow atau unfollow seseorang, saya mempunyai filter tersendiri.

Pertama, seberapa dekat yang bersangkutan dengan lingkup pergaulan saya.
Bukan berarti saya tidak akan follow orang yang tidak dekat dengan saya. Justru kadang saya tidak follow orang yang dekat dengan saya karena yang bersangkutan tersaring di filter yang kedua.

Kedua, kicauannya tentu saja.
Beberapa teman berkicau kacau dan terlalu personal. Bahkan cenderung offensive. Sayangnya, saya masih terlalu kacau untuk ditambahkan kekacauan lagi. Tapi ada juga teman yang pedas dan cenderung kasar, tetap saya follow karena sebagian besar kicauannya bermanfaat untuk saya pelajari lebih lanjut.

Dan menariknya lagi, ternyata ada fenomena untuk mengumpulkan follower sebanyak-banyaknya di arena media sosial ini. Angka follower ini dianggap sebagai ukuran seberapa terkenal dan berpengaruhnya yang bersangkutan di tanah twit ini.

Dan memang itulah cara kerja twitter. Seseorang dengan follower yang banyak akan dapat menyebarkan informasi lebih efektif daripada seseorang dengan follower yang tidak terlalu massive. Tapi apakah kemudian kicauan-kicauan yang dilontarkan harus dibebani dengan tendensi menggaet follower ? Ah, sayang sekali.

Sepertinya saya memilih untuk tidak bermain di dunia gemerlap selebtwit jika harus mengorbankan otentitas kicauan saya untuk dunia.

Please do follow me if you find my twits beneficial, if you don't no matter, let's share our minds to the world and hope it will benefit the world somehow, someday. And I will do the same. Cheers! ;)

No comments: