6.26.2008

Kilasan Pers Conference, Tragedi Monas Tragedi Bangsa

Pers Conference: Tragedi Monas, Tragedi Bangsa

Bali, 13 Juni 2008 dan Jogjakarta, 14 Juni 2008
oleh National Integration Movement


Pers Conference ini menghadirkan saksi sekaligus korban pada tragedi Monas, 1 Juni 2008. Selain untuk memberikan kesaksiannya, mereka juga menghimbau media agar tidak terpancing pada isu agama sebagai penyebab tragedi Monas, karena yang sebenarnya terjadi adalah murni isu kekerasan yang melanggar hak kemanusiaan sebagai sesama warga negara.

Saksi korban yang hadir antara lain,

- Nino Graciano, Ketua Humas NIM, yang berasal dari keluarga besar Bung Karno.

- Ni Luh Wayan Sukmawati, Bendahara NIM.

- Bernardinus Winarno, relawan NIM.

- Nyoman Aisanya Wibhuti (Oming), relawan NIM.

Kronologi kejadian, seperti diceritakan oleh Nino Graciano, berawal pada rencana AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan), yang merupakan gabungan dari 60an ormas yang mempunyai kecintaan yang sama terhadap Pancasila, untuk memperingati hari kelahiran Pancasila, 1 Juni dengan mengadakan pawai budaya dari Monas ke Bunderan HI. Pawai budaya ini akan diisi dengan lagu-lagu bertema kebangsaan, serta menghadirkan 75 tokoh dari beragam latar belakang, baik agama, suku, maupun profesi seperti Gus Dur, Amien Rais, Rizal Malarangeng, dsb.

Acara seharusnya dimulai pukul 14.00 WIB. Pukul 13.00 WIB, teman-teman yang sudah terkumpul sekitar 1000 orang diminta untuk memasuki lapangan timur Monas dan duduk sembari menunggu teman lain yang rencananya akan terkumpul sampai dengan 12.000 orang. Tak jauh dari tempat kami berkumpul, nampak segerombolan orang yang beratribut FPI, berjalan seperti hendak keluar dari lapangan Monas. Selayaknya sesama warga, kami pun menghormati mereka dengan memberikan jalan sambil tetap duduk. Tak disangka, tanpa ada dialog ataupun pembicaraan terlebih dahulu, mereka tiba-tiba mengepung dan mulai memukul tanpa pandang bulu. Perempuan pun tak luput dari pukulan yang membabi buta. Oming dan Sukmawati pun tak luput dari pukulan, bahkan Oming sempat dirawat inap di RS Tebet karena menderita gegar otak sedangkan bibir Sukmawati pecah.

Nino Graciano dan Bernardinus sangat jelas tersorot kamera ketika mengalami pemukulan. Keduanya mengalami luka lebam dan luka terbuka yang cukup parah sampai-sampai Bernardinus harus mendapatkan lima jahitan untuk luka di sebelah mata kanannya, yang disebabkan oleh pukulan bambu berpaku. Begitu pula dengan Nino, yang sekujur tubuhnya mengalami luka goresan dari paku. Sepertinya senjata sudah dipersiapkan oleh pihak FPI untuk menyerang pihak AKKBB. Seperti bambu berpaku, bongkahan batu, pipa, dan pasir panas.

Kejadian ini tidak hanya berdampak pada orang dewasa, namun kepada anak-anak. Salah satunya adalah Satyagraha, yang mengalami trauma.

Kejadian ini telah menghina derajat kemanusiaan dan menghina Pancasila tepat di hari kelahiran Pancasila ini sungguh tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Sedangkan isu yang berkembang saat ini adalah membenarkan kekerasan yang terjadi di Monas atas nama agama. Sungguh, tidak ada kekerasan atas nama agama terjadi disana. Jika memang terjadi kekerasan atas nama agama, bagaimana bisa seorang Sukmawati dan Oming yang beragama Hindu, dan seorang Bernardinus yang seorang Katolik bisa menjadi korban ?

Pemberitaan yang cenderung mengangkat isu agama memang sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu yang bertujuan untuk membenarkan tindak kekerasan tersebut. Namun sekali lagi, kekerasan atas nama apapun tidak dapat dibenarkan. Kami berharap media dapat memberitakan apa yang sebenarnya terjadi, sehingga masyarakat tidak terjerumus dalam isu-isu yang dapat memecah belah bangsa ini dan pelaku kekerasan dapat diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

No comments: